Perubahan Ada di Tangan Anda
Inilah.com, Jakarta - Dalam
Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) 2030, ditetapkan
penduduk DKI Jakarta hanya mencapai 12,5 juta orang. Padahal saat ini berdasarkan
hasil sensus 2011, populasi penduduk Jakarta sudah mencapai 9,6 juta jiwa ditambah
warga luar yang beraktivitas di Jakarta pada siang hari sebanyak 2,5 juta (Wahyu Praditya
Purnomo;2011). Dalam wacana baru-baru ini, terdapat isu melonjaknya pendatang
baru DKI Jakarta tahun 2013 yang akan mencapai 52.166 orang. Hal tersebut semakin
menambah deretan masalah yang sudah timbul di kota megapolitan Jakarta.
Republika.co.id, Jakarta - Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil DKI Jakarta mendata, pendatang DKI Jakarta yang baru akan meningkat tahun
2013 ini. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta
Purba Hutapea di Lapangan IRTI, Monas, Rabu (31/7) mengatakan berdasarkan data
BPS jumlah pendatang DKI Jakarta 2013 sebanyak 52.166. Secara rinci dia
menjelaskan sebanyak 32.011 akan menetap di DKI Jakarta. Sebanyak 15.413 orang
tidak menetap dan 4.742 orang akan menetap di luar DKI Jakarta (Aditya Pradana
Putra;2013). Dengan kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan penambahan
kendaraan di Jakarta yang tidak disertai pelebaran atau penambahan jalan, akan
mengakibatkan kemacetan yang tidak bisa lagi terelakkan. “Apa penawaran yang
diberikan para stakeholder ibukota?”.
Ini jawabannya, untuk mengatasi masalah tersebut, solusi Gubernur
Jakarta Joko Widodo adalah pembangunan monorel. Monorel merupakan sarana transportasi
yang menggunakan satu rel dan bersifat light transport (transportasi ringan). Sekarang yang jadi
pertanyaannya, “Kapan pelaksanaan pembangunan monorel dijalankan?” dan
“Bagaimana dengan rutenya?”.
Pertengahan Oktober 2013, Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo dijadwalkan melakukan peletakan batu pertama proyek
pembangunan monorel di Ibu Kota senilai Rp 7 triliun. Dan untuk
pengoprasiannya, Direktur PT Jakarta Monorail Sukmawaty menyebutkan monorel Jakarta
diperkirakan mulai beroperasi pada tahun 2016 yang dapat mengangkut 200.000 sampai
300.000 penumpang sehari (Kompas;2013).
Rute monorel di Jakarta direncanakan
dua koridor, yaitu blue line dan green line. Koridor blue line lurus sepanjang 14,2 kilometer
dari Kampung Melayu menuju Tanah Abang melintasi 12 stasiun. Rutenya meliputi
Tebet-Dr Saharjo-Menteng Dalam-Casablanca-Ambasador-Sudirman WTC-Menara
Batavia-Dukuh Atas-Kebon Kacang-Tanah Abang-Cideng-Tomang-Taman Anggrek. Sekali
jalan, monorel blue line membawa 18 gerbong kereta. Sementara koridor green
line sepanjang 14,8 kilometer memiliki jalur melingkar dengan 15 stasiun,
yaitu Casablanca-Taman Rasuna-Kuningan Sentral-Setiabudi
Utara-Karet-Pejompongan-Palmerah-Stadion Madya-Plaza Senayan-Gelora Bung
Karno-SCBD-Polda Metro Jaya-Satria Mandala-Gran Melia-Casablanca. Sekali jalan,
monorel green line membawa 10 gerbong kereta (Kompas;2013).
Pembangunan tersebut dapat
mengurangi kemacetan di Jakarta. Namun, ada permasalahan baru yang timbul
belakangan ini. Misalnya, isu mobil murah dan ramah lingkungan (low
cost green car) yang berada di Jakarta. Isu mobil murah
dinilai berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan
nilai tukar rupiah. Berdasarkan
riset PG Asset Management, beberapa analis ekonomi berpendapat program mobil
murah akan membuat beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan membengkak. Hal
ini diperkirakan akan menambah kuota impor BBM dan selanjutnya akan membuat
defisit neraca berjalan Indonesia (bisnis.com;2013). Dengan adanya isu tersebut, timbul
beberapa kontra dari masyarakat terutama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Karena, dengan diluncurkannya mobil murah
dan ramah lingkungan (low cost green car) akan menambah kemacetan yang terjadi di kota Jakarta
serta Jawa Tengah.
Masyarakat pasti tau hal mana yang dapat merubah
kemacetan Jakarta, mau membeli mobil murah dan ramah lingkungan tersebut dengn
resiko kemacetan Jakarta semakin bertambah parah atau mendukung program
pemerintah untuk mengurangi kemacetan yang ada. Perubahan suatu daerah tergantung
kebijakan pemerintahnya serta dukungan masyarakatnya. Perubahan suatu daerah
ada pada warganya.